Sejarah Partai Politik
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partai
politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat Barat yang
dimulai di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka pikiran Barat
bahwa Negara adalah organisasi kekuasaan untuk menjamin bahwa kehidupan antara
Individu yang semua bebas dan berkuasa tidak mengakibatkan masalah sekuriti
pada Individu.
Organisasi
kekuasaan yang dibagi dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan
kekuasaan yudikatif atau Trias Politica, merupakan perimbangan (checks &
balances) antara tiga kekuasaan itu. Untuk menjadikan kekuasaan legislatif
mampu melakukan kontrol yang efektif terhadap dua kekuasaan lainnya, khususnya
terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris pada tahun 1678 membentuk partai
politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi Partai
Konservatif yang seringkali berkuasa di negaranya hingga masa kini. Kemudian
parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20 menjadi wahana
penting dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Menjadi
pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat dapat menjadi organisasi dan
wahana efektif dalam Republik Indonesia dengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai
dengan Pancasila negara bukan organisasi kekuasaan, melainkan organisasi
kesejahteraan. Tulisan ini berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan itu
untuk kepentingan masa depan kehidupan bangsa Indonesia yang adil, maju dan
sejahtera. Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat,
yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan
sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui
pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia
ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau
sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui. Suatu sistem kepartaian
baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua
kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang
ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas
sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna
menampung partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya
harus memiliki dua kapasitas.
Pertama,
melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat
mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua,
mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi,
yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem
politik.Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan
organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna
mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik. Partai sebagai
sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest
aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur
(interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan
penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan
kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judul
ini ialah untuk untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik,
agar dapat mengetahui lebih jelasnya, penulis akan membahasnya pada bab-bab
berikutnya.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah
definisi dari partai politik, sejarah serta asal-usulnya ?
2. Apa
saja basis dari partai politik itu sendiri serta bagaimana dengan tipe-tipenya
?
C. Tujuan Penulisan
1. Penulisan
makalah ini diharapkan bisa mengembangkan kajian studi Ilmu Pemerintahan
khususnya berkaitan mengenai partai politik.
2. Penulisan
makalah ini dapat memberikan suatu pelajaran yang berguna mengenai sejarah
partai politik.
D.
Manfaat
Penulisan
a.
Manfaat
Teoretik
Sebagai kontribusi akademis guna mengetahui sejarah
dan perkembangan partai politik dari awal
munculnya partai politik hingga sampai sekarang ini.
b.
Manfaat
Praktis
Sebagai kontribusi pemikiran dan masukan bagi para
pengamat dan lembaga-lembaga yang terkait dengan partai politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
partai politik
Partai
politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya
mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal
finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung
kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang
political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam
rangka memahami partai politik sebagai salah satu komponen infrastruktur
politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai partai politik,
yakni:
Carl J. Friedrich: partai Politik
adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut
atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan
berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun materil.
R.H.
Soltou: partai Politik adalah sekelompok warga negara
yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan
politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai
pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
Sigmund
Neumann: partai politik adalah organisasi
dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan
pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan
golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
Miriam
Budiardjo : partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.
Max
weber : Partai politik adalah institusi yang dianggap
penting dan sine qua non dalam sistem
demokrasi modern.partai politik memainkan peran sentral dalam menjaga
pluralisme ekspresi politik dan menjamin adanya partisipasi politik.
Ranney
dan Kendal : partai politik adalah sebagai grup
atau sekelompok masyarakat yang memiliki tingkat otonomi tinggi untuk
mencalonkan dan terlibat dalam pemilu dengan harapan mendapatkan serta
menjalankan kontrol atas birokrasi dan kebijakan publik.
Ramlan Surbakti
: partai politik adalah Kelompok anggota yang terorganisasikan secara rapi dan
stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang
berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui
pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.
Inu
Kencana dkk juga mengemukakan pendapat tentang
definisi partai politik[1].
J. A. Corry dan Henry J. Abraham : “Partai
Politik Suatu Tinjauan Umum”, yaitu : “Political party is a voluntary
association aiming to get control of the government by filling elective offices
in the government with its members (Partai politik merupakan suatu
perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan
cara menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan)”.
Partai
politik dalam UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1) adalah: “Organisasi yang
dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.
Dalam
UU No.2 Tahun 2008 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik adalah
organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan
negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
B.
Sejarah
serta asal-usul partai politik
a.
Sejarah
partai politik
Sejarah
partai politik Sejarah Partai Politik di Dunia Partai politik pertama-tama
lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat
merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai
politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah
di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap
sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili
aspirasi rakyat. Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara
Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan
kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam
perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap
lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang
menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat.
Dengan demikian terjadi pergeseran dari
peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis. Perkembangan
selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang di
negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara
jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah
persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di
Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam
perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu
lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi
konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.
Dalam
perkembangannya selanjutnya di dunia barattimbul pula partai yang lahir di luar
parlemen[2].
Partai-partai ini kebanyakan bersandar pada suatu asas atu ideologi atau
weltanschauung tertentu seperti sosialisme, fasisme, komunisme, kristen
demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini disiplin partai lebih ketat.
Di
barat, ada konsensus di antara para intelektual tentang masalah politik, yaitu
: diterimanya negara kesejahteraan (welfare state); diidamkannya desentralisasi
kekuasaan; sebuah sistem ekonomi campuran (mixed ekonomy) dan dan pluralisme
politik (political pluralism)[3].
Sejarah partai politik di Indonesia
Parpol yang pertama ada di Indonesia adalah De Indische Partij yang pada 25
Desember 1912 dibentuk Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo dan Ki Hadjar
Dewantara ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Tujuan parpol itu
adalah mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sekalipun paham Indonesia
baru ditegaskan pada 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda, namun para pendiri
parpol ini sudah dilandasi oleh pikiran bahwa seluruh rakyat Hindia Belanda
merupakan kesatuan.
Pada
tahun 1911 Haji Samanhudi membentuk Sarikat Dagang Islam (SDI) sebagai
organisasi untuk mengejar perbaikan nasib rakyat Indonesia dalam daerah jajahan
Hindia Belanda. Pada tahun 1912 Haji Oemar Said Tjokroaminoto memberikan kepada
SDI nama baru, yaitu Sarikat Islam (SI), karena hendak meluaskan perjuangannya
tidak terbatas pada bidang ekonomi saja.
Dengan
begitu SI juga melakukan perjuangan politik. Meskipun tidak secara resmi
dinamakan partai politik, tetapi melihat sifat perjuangannya SI adalah satu
parpol. Maka boleh dikatakan bahwa sejarah parpol di Indonesia bermula pada
tahun 1912. Setelah itu telah berkembang berbagai parpol di Indonesia, baik
yang berorientasi nasionalisme, agama maupun sosialisme. Di masa penjajahan
Belanda jelas sekali bahwa mayoritas parpol bertujuan mencapai kemerdekaan
bangsa Indonesia, kecuali beberapa parpol yang dibentuk orang-orang Belanda
atau orang-orang yang dekat dengan kepentingan penjajahan Belanda. Yang
menonjol adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mulanya bernama
Perserikatan Nasional Indonesia, dibentuk pada 4 Juli 1927 oleh Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak Tjokrohadisuryo dan Mr. Sunaryo . Kemudian
pada tahun 1928 berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia dan dipimpin Ir
Sukarno atau Bung Karno yang pada 17 Agustus 1945 bersama Drs Mohamad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia atas nama rakyat Indonesia. Pada
1 Juni 1945 Bung Karno menyampaikan pandangannya depan Panitya Persiapan
Kemerdekaan tentang Pandangan Hidup Bangsa (Weltanschauung). Uraian yang beliau
beri nama Pancasila kemudian diterima sidang dan kemudian dengan beberapa
perubahan redaksional ditetapkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Sejak
permulaan berdirinya Republik Indonesia ada partai politik. Semula hendak
dibentuk parpol tunggal, tapi kemudian dimungkinkan berdirinya banyak parpol.
Itu berarti bahwa parpol oleh para Pendiri Negara tidak dinilai bertentangan
dengan pandangan hidup Pancasila, sekalipun asal mulanya di masyarakat Barat
yang dasarnya individualisme dan liberalisme. Namun karena berada dalam
masyarakat dengan dasar Pancasila, parpol itu menyesuaikan eksistensi dan
perilakunya dengan nilai dasar Pancasila, yaitu Perbedaan dalam Kesatuan dan
Kesatuan dalam Perbedaan.
Partai
Politik di Indonesia masa kini Setelah terjadi Reformasi di Indonesia pada
tahun 1998 kehidupan bangsa sangat berbelok ke sifat-sifat yang mengarah ke
pandangan hidup Barat, yaitu individualisme dan liberalisme. Politik luar
negeri AS yang sejak berakhirnya Perang Dingin sangat kuat mengusahakan agar bangsa-bangsa
di dunia mengikuti pandangan hidupnya, besar dampaknya di Indonesia. Hal itu
juga dimungkinkan oleh dukungan sementara pihak di Indonesia yang mempunyai
pandangan dan kepentingan yang sama dengan AS. Usaha itu antara lain berhasil
melakukan amandemen 4 kali terhadap UUD 1945 sehingga isinya sudah amat
mengarah kepada kehidupan berdasarkan individualisme dan liberalisme. Sebagai
akibat dari perubahan itu makin menguat pandangan tentang kebebasan individu
yang mutlak seperti yang ada di Barat, serta makin lemahnya sikap Perbedaan
dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Perubahan itu juga berdampak pada
parpol di Indonesia. Parpol berperilaku sebagai individu yang bebas dan kuasa
penuh tanpa konsiderasi terhadap Kesatuan, yaitu kepentingan masyarakat dan
bangsa. Parpol secara terus terang mengejar pencapaian kekuasaan untuk
mewujudkan kepentingan yang tidak peduli kepada kepentingan umum.
Anggota
parpol yang duduk dalam Pemerintah dan Legislatif bukan berfungsi sebagai wakil
Rakyat, melainkan sebagai wakil parpol. Sikap dan perilaku parpol yang sudah
amat menyeleweng dari kaidah yang berlaku dalam Pancasila diperparah lagi oleh
sikap dan perilaku banyak anggotanya. Anggota parpol menunjukkan sikap dan
perilaku sesuai dasar kebebasan penuh-mutlak seperti dalam pandangan Barat dan
tidak menghiraukan harmoni dan keselarasan sebagaimana ditetapkan Pancasila.
Kaum politik yang juga makin kuat dipengaruhi cara berpikir Barat mengejar
kepentingannya dengan membentuk parpol tanpa menghiraukan apakah parpol itu
memperjuangkan platform tertentu. Akibatnya adalah tumbuhnya jumlah parpol yang
tidak terkendali tanpa ada identitas politik tertentu bagi masing-masing
parpol. Yang membedakannya adalah hanya nama orang yang memimpin parpol itu.
Keadaan demikian menimbulkan kehidupan politik yang jauh dari mendukung
terwujudnya kesejahteraan bangsa. Untuk membangun kondisi parpol yang sesuai
dengan kepentingan masyarakat dan bangsa diperlukan syarat utama kembalinya
Pancasila sebagaiDasar Negara RI secara nyata. Untuk itu haruslah pertama-tama
UUD 1945 dikembalikan kepada keadaanya yang asli sebelum ada amandemen. Kalau
toh dinilai perlu ada perbaikan pada isi UUD1945, hal itu dilakukan setelah
kembali ke keadaan semula dengan mengadakan perbaikan yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Pebaikan tidak dalam bentuk amandemen, melainkan sebagai addendum.
Kalau ada orang mengatakan bahwa Pancasila adalah satu ideologi terbuka, itu
tidak berarti bahwa Pancasila dapat diubah dengan nilai-nilai yang bertentangan
dan berbeda dengan Pancasila. Sebab Pancasila adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia,
maka mengubah Pancasila berarti menghasilkan Jati Diri lain yang bukan bangsa
Indonesia. Berdasarkan UUD 1945 yang asli dibuat UU Partai Politik yang sesuai
dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Hal ini merupakan
landasan bagi tempat dan peran Partai Politik dalam sistem Pancasila yang tidak
mungkin sama dengan tempat dan peran parpol dalam sistem Barat. Hal ini pasti
mendapat perlawanan dari mereka yang sudah memperoleh keuntungan dari
penyelewengan yang terjadi di Indonesia. Mereka membanggakan Indonesia sekarang
sebagai Negara Demokrasi Ketiga Terbesar di dunia, setelah India dan AS.
Buat
mereka demokrasi hanyalah demokrasi Barat, demokrasi liberal. Kalau tidak itu
maka itu bukan demokrasi. Atas dasar itu mereka mengatakan bahwa merupakan
kesalahan besar mengubah keadaan sekarang, sebab mereka tidak peduli bahwa itu
menimbulkan kondisi yang merugikan secara mendasar kepentingan masyarakat dan
bangsa. Mereka menjustifikasi berbagai keadaan yang buruk sekarang sebagai hal
yang lumrah dalam pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Sesuai dengan
perkembangan internasional, mereka akan mendapat dukungan terbuka atau
terselubung dari negara-negara yang berorientasi Barat dan mempunyai
kepentingan di Indonesia. Sebab itu seluruh Rakyat Indonesia yang dirugikan
oleh perkembangan sekarang yang menyeleweng dari Dasar Negara RI harus
menyatukan barisan dan memperjuangkan dengan tekad dan komitmen kuat agar UUD
1945 yang asli berlaku kembali di NKRI.
b.
Asal
usul partai
menurut
sejarah, sebenarnya fenomena partai politik adalah perkembangan terkini dari
pergulatan politik. Munculnya partai politik dapat di temukan di awal abad
ke-19 (ostrogorski, 1979;O’Gorman & fraser, 1987). Partai politik yang di
maksudkan di sini tentu saja memiliki pengertian yang sangat jauh berbeda
dibandingkan dengan pemikiran politik yang telah lama dimulai sejak peradaban
Yunani kuno. Demikian juga dengan yang mungkin terjadi dalam interaksi politik
jauh sebelum itu, pada kebudayaan Cina kuno, Hindu-India, dan Babylonia.
Konflik politik untuk berkuasa memang sudah dapat kita temukan pada banyak
literatur tentang peradaban zaman-zaman ini. Tapi, tentu saja perpolitikan yang
ada pada saat itu, memiliki wajah yang berbeda dengan perpolitikan pada zaman
ini.
Bentuk
partai politik yang kita kenal pada saat ini muncul dari semangat modrenitas
dalam dunia politik. Kemunculan ini berkaitan dengan kenyataan bahwa
kepentingan politik kolektif membutuhkan suatu sistem organisasi – birokratis
yang menjamin efensiensi dan efektifitas dalam perjuangan politik. Kepentingan
dan perjuangan politik perlu di organisasi dan tidak dapat dibiarkan
tercerai-berai tanpa organisasi. Semakin terangkai semangat kolektifnya,
semakin meningkat pula posisi tawar menawar terhadap lawan politik.
Perorganisasian kepentingan politik inilah yang melahirkan organisasi partai
politik.
Organisasi
partai politik tidak hanya bertujuan untuk mengorganisasi beragam ide, gagasan,
kepentingan, dan tujuan politik yang sama. Kehadiran partai politik juga sangat
terkait dengan sistem parlemen. Komplesitas masyarakat modern tidak dapat
diselesaikan melalui sistem politik langsung. Begitu beragamnya masyarakat dan
jumlah warga yang mencapai ratusan juta membuat konsep demokrasi langsung yang
terjadi pada polis di zaman Yunani kuno semakin sulit dilakukan. Sehingga,
lahirlah konsep demokrasi tidak langsung melalui mekanisme perwakilan. Partai
politik di desain untuk mengisi parlemen yang dapat mengontrol eksekutif.
Ternyata, dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan semangat penghapusan
institusi monarki, eksekutif juga perlu dikompetisikan. Sehingga partai politik
dibentuk tidak hanya untuk memberikan wadah bagi kepentingan – ideologis yang
terdapat dalam segmen masyarakat, melainkan juga di tunjukkan untuk menempati
wakil-wakilnya dalam struktur legislatif dan eksekutif. Inilah sistem dasar
dalam demokrasi, di mana masing-masing ideologi dalam masyarakat memiliki akses
dan kesempatan yang sama untuk menempatkan wakil-wakilnya di jajaran legislatif
dan eksekutif.
1.
Pascakolonialisme
Bagi
negara-negara berkembang seperti indonesia, fenomena partai politik adalah
fenomena pascakolonialisme. Artinya, kemunculan partai politik yang tidak di
kenal sekarang ini terjadi ketika negara ini telah memperoleh negara
kemerdekaan. Terlepas dari periode kolonial membuat banyak negara mulai
membangun institusi politik di negaranya. Partai politik merupakan organisasi
yang didirikan untuk memfasilitasi kepentingan politik beagi kelompok-kelompok
masyarakat. Masyarakat atau lebih tepatnya pra pemimpin yang mewakili berbagai
golongan dalam masyarakat pada saat itu sadar bahwa negara tidak dapat berjalan
tanpa adanya sistem kekuasaan yang memiliki otoritas dan legitimiasi dimata
masyarakat. Padahal, masyarakat tersusun dari beragam kelompok dan kepentingan.
Intuk itu, idealnya, masing-masng kelompok memiliki wakilnya untuk menentukan
kebijakan publik.
Meskipun
ruang kebebasan masyarakat untuk mendirikan partai politik dalam periode
kolonial memang dibatasi, pembentukan serikat-serikat sering terjadi. Dalam
tahap ini, kita belum bisa mengkategorikannya sebagai partai politik seperti
dalam definisi formalnya, karena memang belum tercipta mekanisme pemilu pada
saat itu. Kekuasaan formal yang terjadi adalah kekuasaan kolonial dan penjajah.
Kekuasaan ini didasari kekuatan paksa berbasis militeristik yang berasal dari
negara lain. Sehingga aspirasi politik lebih dituangkan ke dalam bentuk-bentuk
organisasi yang masih dalam tahap proto-politik. Tapi, tentunya, bentuk ini
tetap sangat penting sebagai media dan proses pembelajaran bangsa setelah
periode penjajahan selesai.
Untuk kasus di indonesia, setelah kemerdekaan
kita masih disibukkan dengan berbagai ancaman disinttegrasi yang dipicu oleh
ketidakpuasan pihak-pihak yang merasa berjasa dalam kemerdekaan bangsa ini[4].
Rasa kecewa dan ketidak puasan ini disalurkan melalui mekanisme pemberontakan
dan keinginan untuk memisahkan diri alih-alih membentuk partai politik dan
menyelesaikannya melalui mekanisme penduduk.
Buah sistem politik (
Strukturalisme)
Kemunculan
atau musnahnya partai politik juga merupakan hasil dari perubahan sistem
politik yang diaut negara bersangkutan. Perubahan sistem politik yang dianut
oleh suatu negara dapat mengurangi jumlah partai politik atau sebaliknya justru
memperbanyaknya. Misalnya ketika Soeharto menjadi presiden RI, dia segera
mengeluarkan UU No. 3 tahun 1973 yang menyederhanakan partai politik.
Berdasarkan UU ini, beberapa partai politik ‘dipaksa’bbergabung untuk membangun
(PPP) dihasilkan dengan peleburan empat partai bernapas islam seperti NU,
Parmusi, PSII, dan Perti. Sementara Partai Demokrat Indonesia ( PDI) berdiri
sebagai hasil pembangunan partai-partai seperti , PNI, Parkindo, Partai
Katolik, IPKI, dan Murba.
Untuk
membangun kembali struktur partai politik, diterbitkan dua Undang-undang, yaitu
UU No. 2 tahun1999 tentang partai politik dan UU No. 3 tahun 1999 tentang
pemilu. Sejak diberlakukannya UU No. 2 tahun 1992, jumlah partai politik tidak
di batasi lagi dan indonesia kembali jadi multipartai.
2.
Aspirasi
kelompok masyarakat
Partai
politik juga lahir sebagai institusiolisasi kelompo-kelompok yang sudah ada di
dalam masyarakat. Dalam hal ini individu-individu berkelompok bukannya
didasarkan pada ideologi-politik, tetapi lebih karena kesamaan hobi, pekerjaan
permasalahan yang dihadapi, atau karena tergabung pada suatu asosiasi,
sindikat, klub, ikatan, dan grup sosial lainnya. Ketertarikan kelompok-kelompok
masyarakat ini terhadap dunia politik hanya akan terjadi apabila kepentingan
mereka dirasakan ‘terancam’ oleh pengambil kebijakan di tingkat daerah atau
nasional. Sehingga mereka merasa perlu memperjuangkan eksistensi kelompok
mereka.
3.
Pecahan
akhir-akhir
ini indonesia terdapat tren baru dalam pendirian partai politik, yaitu sebagai
pecahan atau sempalan karena adanyapolitisi-pilitisi yan kecewa di partai
sebelumnya. Konflik internal, konflik konservativisme, kekecewaan terhadap
pemimpin, dan kebijakan partai, terhambatnya proses regenerasi kader, dan
tertutupnya aspirasi politik merupakan faktor-faktorpenyebab keluarnya politisi
dari suatu partai.
Partai
politik menurut Ramlan Surbakti dalam
bukunya yang berjudul “Memahami Ilmu Politik”mengemukakan
tiga teori tentang asal-usul partai politik, yaitu :
1. Teori
Kelembagaan
Teori ini mengatakan bahwa partai politik ada
karena di bentuk oleh kalangan legislatif (dan atau eksekutif) karena kedua
anggota lembaga tersebut ingin mengadakan kontak dengan masyarakat sehubung
dengan pengangkatannya, agar tercipta hubungan dan memperoleh dukungan dari
masyarakat maka terbentuklah partai politik. Ketika partai politik bentukan
pemerintah dianggap tidak bisa menampung lagi aspirasi masyarakat, maka
pemimpin kecil masyarakat berusaha membentuk partai-partai lain.
2. Teori
Situasi Historis
Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi
historis yang terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi
karena perubahan masyarakat dari struktur masyarakat tradisional kearah
struktur masyarakat modern. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan yang
menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integrasi dan partisipasi.
Partai politik lahir sebagai upaya dari sistem politik mengatasi krisis yang
terjadi. Partai politik diharapkan dapat berakar kuat dalam masyarakat untuk
dapat mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuk pola hubungan yang
berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat. Terbukanya partai bagi setiap
anggota masyarakat dari berbagai golongan mengharapkan partai politik dapat
menjadi alat integrasi bangsa. Dengan adanya partai politik juga masyarakat
dapat ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum.
3. Teori
Pembangunan
Menurut teori ini partai politik lahir sebagai
akibat dari adanya proses modernisasi sosial-ekonomi, seperti pembangunan
teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan
peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara
seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi
profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan,
melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan
dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Maka lahirlah partai politik,
dengan harapan agar organisasi politik tersebut mampu memadukan dan
memperjuangkan berbagai aspirasi yang ada. Berdasarkan teori asal-usul
terbentuknya partai politik di atas, penulis dapat mengkategorikan bahwa Partai
Demokrat terbentuk berdasarkan teori situasi historis. Partai Demokrat lahir
karena adanya keinginan untuk memperbaiki bangsa yang sedang dilanda krisis
multidimensi karena partai-partai politik yang berkuasa sebelumnya dianggap
gagal.
c.
Basis partai politik
Politik Suatu partai mendasarkan
kekuatannya pada dukungan satu atau beberapa kelompok yang mempunyai
orientasi dan tujuan-tujuan politik yang sama, dengan kata lain partai
berdiri di atas suatu dukungan basis sosial. Di sini basis
sosial diartikan sebagai satu atau beberapa orang yang menjadi pendukung
utama dari suatu partai politik. Hal tersebut mengaitkan tingkat atau
kualitas kesetiaanpartisipasi dan pemberian suara oleh pemilih kepada partainya
dalam pemilu. Menurut Angus Campbell, ada tiga variable utama yang
mampumempengaruhi perilaku individu dalam memilih suatu partai, ketiga
variable tersebut adalah sebagai berikut :
a)
identifikasi terhadap partai.
Secara psikologis, individu memilih suatu partai karena adanya rasa
kesetiaan dan cintanya pada partai tersebut.
b)
Isu yang sedang berkembang.
Berdasar pada pertimbangan terhadap isu yang sedang berkembang, individu memilih
partai yang mereka anggap layak dan sanggup untuk memimpin pemerintahan.
Kelayakan dan kesanggupan suatu partai ditentukan oleh isu yang sedang
berkembang saat ini.
c)
Orientasi terhadap calon. Individu
memilih suatu partai karena kualitas personal kandidat tanpa memandang pada
partai yang mendukungnya atau pada isu yang sedang berkembang. Perilaku ini
terbagi menjadi dua, yaitu :
1. kualitas
instrumental di mana pemilih melihat kemampuan kandidat dalam menangani suatu
masalah tertentu.
2. kualitas
simbolis di mana pemilih mempunyai pandangan bagaimanakah seharusnya figur
pemimpin yang baik.. Dalam politik, basis merujuk kepada sekelompok pemilih
yang hampir selalu mendukung calon partai tunggal untuk kantor terpilih. Basis
pemilih sangat tidak mungkin untuk memilih calon dari pihak lawan, terlepas
dari pandangan spesifik masing-masing kandidat memegang. Di Amerika Serikat,
ini biasanya karena tingkat tinggi kandidat harus memegang sikap yang sama pada
isu-isu kunci sebagai dasar partai unruk mendapatkan nominasi partai dan dengan
demikian akses suara dijamin. Dalam kasus pemilu legislatif, pemilihan basa
biasanya lebih memilih untuk mendukung kandidat partai mereka melawan lawan
dinyatakan menarik untuk memperkuat peluang partainya memperoleh mayoritas
sederhana biasanya gateway untuk daya menyeluruh-dalam legislatif.
d.
Tipe-tipe
partai politik
Menurut
Haryanto, parpol dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya secara umum
dapat dibagi mejadi dua kategori, yaitu:
1. partai
Massa, dengan ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukung yang banyak.
Meskipun demikian, parta jenis ini memiliki program walaupun program tersebut
agak kabur dan terlampau umum. Partai jenis ini cenderung menjadi lemah apabila
golongan atau kelompok yang tergabung dalam partai tersebut mempunyai keinginan
untuk melaksanakan kepentingan kelompoknya. Selanjutnya, jika kepentingan
kelompok tersebut tidak terakomodasi, kelompok ini akan mendirikan partai
sendiri .
2. Partai
Kader, kebalikan dari partai massa, partai kader mengandalkan kader-kadernya
untuk loyal. Pendukung partai ini tidak sebanyak partai massa karena memang
tidak mementingkan jumlah, partai kader lebih mementingkan disiplin anggotanya
dan ketaatan dalam berorganisasi. Doktrin dan ideologi partai harus tetap
terjamin kemurniannya. Bagi anggota yang menyeleweng, akan dipecat
keanggotaannya. Sedangkan tipologi berdasarkan tingkat komitmen partai terhadap
ideologi dan kepentingan, menurut Ichlasul Amal terdapat lima jenis partai
politik, yakni:
1) Partai
Proto, adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan
seperti dewasa ini. Ciri yang paling menonjol partai ini adalah pembedaan
antara kelompok anggota atau “ins” dengan non-anggota “outs”. Selebihnya partai
ini belum menunjukkan ciri sebagai partai politik dalam pengertian modern.
Karena itu sesungguhnya partai ini adalah faksi yang dibentuk berdasarkan
pengelompokkan ideologi masyarakat.
2) Partai
Kader, merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto. Keanggotaan
partai ini terutama berasal dari golongan kelas menengah ke atas. Akibatnya,
ideologi yang dianut partai ini adalah konservatisme ekstrim atau maksimal
reformis moderat.
3) Partai
Massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehingga dianggap sebagai
respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta pendorong
bagi perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut. Partai massa berorientasi
pada pendukungnya yang luas, misalnya buruh, petani, dan kelompok agama, dan
memiliki ideologi cukup jelas untuk memobilisasi massa serta mengembangkan
organisasi yang cukup rapi untuk mencapai tujuan-tujuan ideologisnya.
4) Partai
Diktatorial, sebenarnya merupakan sub tipe dari parti massa, tetapi meliki
ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai melakukan
kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan maupun anggota partai.
Rekrutmen anggota partai dilakukan secara lebih selektif daripada partai massa
5) Partai
Catch-all, merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Istilah
Catch-all pertama kali di kemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan
tipologi pada kecenderungan perubahan karakteristik. Catch-all dapat diartikan
sebagai “menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan
anggotanya”. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan pemilihan dengan cara
menawarkan program-program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai pengganti
ideologi yang kaku. (Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir Partai Politik
Edisi Revisi. Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996)
Menurut
Peter Schroder, tipologi berdasarkan
struktur organisasinya terbagi menjadi tiga macam yaitu;
1. Partai
Para Pemuka Masyarakat, berupa gabungan yang tidak terlalu ketat, yang pada
umumnya tidak dipimpin secara sentral ataupun profesional, dan yang pada
kesempatan tertentu sebelum pemilihan anggota parlemen mendukung
kandidat-kandidat tertentu untuk memperoleh suatu mandat.
2. Partai
Massa, sebagai jawaban terhadap tuntutan sosial dalam masyarakat industrial,
maka dibentuklah partai-partai yang besar dengan banyak anggota dengan tujuan
utama mengumpulkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat membuat terobosan dan
mempengaruhi pemerintah dan masyarakat, serta “mempertanyakan kekuasaan”.
3. Partai
Kader, partai ini muncul sebagai partai jenis baru dengan berdasar pada Lenin.
Mereka dapat dikenali berdasarkan organisasinya yang ketat, juga karena mereka
termasuk kader/kelompok orang terlatih yang personilnya terbatas. Mereka
berpegangan pada satu ideologi tertentu, dan terus menerus melakukan
pembaharuan melalui sebuah pembersihan yang berkseninambungan.
Adapun
fungsi dari partai politik[5].
Di bahas dalam beberapa buku dan media lainnya.
BAB III
PENUTUPAN
1.
KESIMPULAN
Partai politik adalah
sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai
kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal
finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung
kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang
political development sebagai suprastruktur politik.
Sejarah
partai politik Sejarah Partai Politik di Dunia Partai politik pertama-tama
lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat
merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai
politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah
di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap
sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili
aspirasi rakyat. Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara
Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan
kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam
perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap
lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang
menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat.
Dengan demikian terjadi pergeseran dari
peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis. Perkembangan
selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang di
negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara
jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah
persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di
Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam
perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu
lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi
konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.
Tiga
teori tentang asal-usul partai politik, yaitu :
1. Teori
Kelembagaan
Teori ini mengatakan bahwa partai politik ada
karena di bentuk oleh kalangan legislatif (dan atau eksekutif) karena kedua
anggota lembaga tersebut ingin mengadakan kontak dengan masyarakat sehubung
dengan pengangkatannya, agar tercipta hubungan dan memperoleh dukungan dari
masyarakat maka terbentuklah partai politik.
2. Teori
Situasi Historis
Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi
historis yang terjadi manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi
karena perubahan masyarakat dari struktur masyarakat tradisional kearah
struktur masyarakat modern.
3. Teori
Pembangunan
Menurut teori ini partai politik lahir sebagai
akibat dari adanya proses modernisasi sosial-ekonomi, seperti pembangunan
teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan
peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara
seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi
profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan,
melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan
dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut.
2.
SARAN
Untuk
tetap memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi, tentu
partai politik lebih maksimal memikirkan nasib masyarakat ketimbang
memperebutkan kursi kekuasaan. Sedangkan dalam konteks konflik internal partai
politik, meminimalisir mungkin adanya sikap politik yang bisa merusak citra
partai politik itu sendiri, tetap membuka adanya ruang bagi kedua pihak yang
bertikai untuk melakukan komunikasi politik yang lebih sehat dan lebih konsisten
pada aturan main organisasi.Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi partai
politik juga harus memberikan ruang bagi terbangunnya suatu sistem manajemen
konflik yang lebih baik. Agar konflik personal maupun kelompok maupun yang
terjadi diluar partai tidak bisa berkembang, mampu kendalikan sehingga tidak
melahirkan suasana ketegangan yang apalagi perlaku negatif yang bisa merusak.
Manajemen konflik juga penting dalam mengelola masalah tersebut sebelum
diselesaikan secara organisasi, atau minimal bisa secara efektif mencegah
adanya perpecahan ditubuh partai. Sebagaimana yang dipikirkan oleh Ross (1993)
sebagai seorang ahli dalam manajemen konflik, bahwa manajemen konflik berupa
penyelesaian konflik dan bisa jadi menghasilkan ketenangan, hal positif,
mufakat dan lebih kreatif. Masih ada waktu bagi para pemimpin partai untuk
melakukan perubahan di dalam partainya. Kepemimpinan kharismatis haruslah
diabdikan untuk kepentingan semua kader, bukan kelompok. Kepemimpinan model itu
harus dipadukan dengan manajemen pengelolaan partai yang modern, terbuka dan
demokratis, termasuk dalam mengelolah konflik. Hanya dengan menerapkan
manajemen modern, partai bisa eksis dan mendapat simpati pendukungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daniel
Bell, The end Of Ideology:On The
Exhaustion Of Political Ideal In The Fifties(New York:free
press,1960),hal.373
Prof.
Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar
Ilmu Politik,
Jakarta: PT
Gramedia Utama, 2008, hlm. 398
Prof.
Firmanzah,Ph.D, Mengelolah
Partai Politik : Komunikasi dan Positioning Iedeologi Politik di Era Demokrasi,ed.2, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia,2011, hlm. 60
Shinta Aliftia lestari,
“Makalah Partai Politik” http://aliftia.blogspot.com/2011/11/makalah-partai-politik.html?m=1. Diunduh 12 mei 2013.
Prima Ardiansyah, “Sejarah
Lahirnya Partai-partai Politik” http://becksboy.blogspot.com/2012/12/sejarah-lahirnya-partai-partai-politik.html?m=1. Diunduh 12 mei 2013.
Indonesia, Undang-Undang
Tentang Partai Politik.
No.2 Tahun 2008, Ps. 1
[1]
Shinta Aliftia lestari,
“Makalah Partai Politik” http://aliftia.blogspot.com/2011/11/makalah-partai-politik.html?m=1. Diunduh 12 mei
2013.
[2] Prof.
Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar
Ilmu Politik,ed.pertama,cetakan pertama, Jakarta: PT Gramedia Utama, 2008, hlm. 398
[3] Daniel
Bell, The end Of Ideology:On The Exhaustion Of Political Ideal In The Fifties(New
York:free press,1960),hal.373
[4]
Prof.
firmanzah,Ph.D, Mengelolah
Partai Politik : Komunikasi dan Positioning Iedeologi Politik di Era Demokrasi,ed.2,
Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2011,
hlm. 60
[5]
Prima Ardiansyah,
“Sejarah Lahirnya Partai-partai Politik” http://becksboy.blogspot.com/2012/12/sejarah-lahirnya-partai-partai-politik.html?m=1. Diunduh 12 mei
2013.
thanks for the article :)
ReplyDeletesama-sama ^_^
ReplyDeleteBingung cari situs judi online teraman dan terpercaya di Indonesia?. Mari bergabung bersama kami & nikmati bonus menarik dari kami. Hanya dengan minimal deposit Rp 20.000 saja, anda sudah memiliki peluang untuk memenangkan puluhan juta bahkan sampai ratusan juta rupiah setiap harinya.
ReplyDeleteTelah hadir situs terpercaya untuk bermain game online
Menyaediakan 8 game dalam satu id
* POKER
* BANDAR Q
* BANDAR POKER
* DOMINO
* CAPSA SUSUN
* ADU Q
* BANDAR 66
* SAKONG
keunggulan bermain di PESONAQQ :
* Minimal deposit hanya Rp 20.000
* Minimal tarik dana Rp 20.000
* Dilayani oleh CS profesional dan ramah, 24 jam online
* Proses Depo & WD super cepat
* No ROBOT MURNI PLAYER VS PLAYER
* Bonus Referal 100% - 200%
* Bonus TO di bagikan tiap hari s/d 0.5%
Untuk Info Lebih Lanjut Contact CS Kami :
*Livechat
* WA : +85511817618
* BBM : 7A996166